Bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) semakin menggiurkan, karena kebutuhan akan air minum terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Perusahaan yang menggarap bisnis AMDK pun semakin banyak dan terus melakukan ekspansi untuk memperluas jaringan pasar produk-produknya.
Bayangkan saja, kebutuhan masyarakat akan air minum sangat tinggi. Padahal ketersediaan air yang layak minum dalam arti berkualitas dan terjamin dari segi kesehatan semakin sulit diperoleh. Saat ini masyarakat, terutama di kota-kota besar tidak bisa lagi lepas dari AMDK.
Dari segi penjualan industri ini mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Pada 2002, terjadi kenaikan 30 persen dibandingkan tahun 2001 dari 5, 4 miliar liter menjadi 7,1 miliar liter. Tahun ini, ditargetkan peningkatan hingga 20 persen menjadi 8,5 miliar liter. Meski AMDK bisnis ”basah”, bukan tak berarti ada ganjalan. Maraknya depot air minum mau tak mau ”memaksa” industri AMDK mengoreksi target yang ditetapkan, menjadi 10 persen, karena terganggu dengan maraknya depot air minum yang dinilai menggerogoti pasar AMDK.
Untuk memperluas pangsa pasar persaingan di bisnis AMDK semakin tak terelakkan. Hal itu disadari oleh pemain besar di bisnis ini yang jumlahnya mencapai puluhan perusahaan besar dan menengah. Sementara perusahaan kecil yang juga bergerak di bisnis ini juga mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Presiden Direktur PT Aqua Golden Mississippi, Willy Sidharta mengatakan, Aqua terus gencar melakukan promosi untuk memelihara pangsa pasar yang dimiliki. Namun, persaingan yang dilakukan, ujarnya tetap pada kerangka persaingan yang sehat. Aqua yang menguasai separuh dari pangsa pasar AMDK, menargetkan peningkatan penjualan 10 persen dari tahun sebelum yang mencapai 3,1 miliar liter.
Menjadi pemain terbesar menjadikan Aqua menguasai pangsa pasar. Aqua merambah seluruh pasar di dalam negeri. Sementara dua pemain lain di industri AMDK seperti PT Panglima Pamenang produsen merek Total dan PT Tang Mas yang mengusung merek 2 Tang mensiasati lebih fokus pada pasar di wilayah Jawa, khususnya Jabotabek. Alasannya di luar Jawa sulit bersaing mengingat biaya transportasi yang sangat tinggi.
”Total memang hanya fokus di Jawa, tapi di mana-mana ada. Produksinya merata dan mudah diperoleh konsumen,” ujar General Manager PT Panglima Pamenang, Supartono L. Taslim.
Bahkan 2 Tang, dikatakan Sambas Winata, General Manager PT Tang Mas sengaja bermain dalam kemasan kecil, yaitu 240 ml, 330 ml, sampai 1500 ml, tidak memproduksi kemasan galon seperti industri AMDK lain.
Dalam persaingan yang ketat ini, Total menerapkan strategi, yakni pelayanan total dan harga yang lebih bersaing. Di antaranya kontiniuitas produk harus tetap terjaga terutama pada musim panas di mana permintaan sangat tinggi. Dia menekankan jika pasokan sampai terputus, maka pedagang atau agen akan segera meninggalkan produk tersebut.
”Pedagang bisa menjual lebih dari tiga merek. Apabila produk kita tidak bisa memenuhi permintaan pedagang, mereka akan cepat beralih ke merek lain,” ujar Supartono.
Di lain pihak 2Tang yang mengklaim meraup pangsa pasar di wilayah Jabotabek sebesar 20 persen tidak lepas dari peranan distribusi. Untuk distribusi 2Tang menggunakan sistem multi distribution alias tidak menyerahkan distribusi pada satu penyalur/distributor. Selain menyalurkan produk air minum di pasar modern atau modern market antara lain di supermarket, swalayan, grosir, pihaknya juga bermain di pasar tradisional. Semua itu katanya demi menjamin ketersediaan produk di pasaran. Dengan kata lain availability untuk air minum 2Tang harus tinggi.
”Air minum itu prinsipnya rasa haus tidak bisa ditunda. Karena itu kami mencoba sebisa mungkin menyediakan air minum yang dekat dengan konsumen dan tersedia di mana-mana,” katanya.
”Second Brand”
Tidak jarang sebuah perusahaan memiliki lebih dari satu merek dengan tujuan meraup segmen masyarakat seluas mungkin. Danone misalnya, selain mengeluarkan Aqua juga memproduksi air minum dengan merek Vit. Hal yang sama juga dilakukan Tang Mas dan produsen lain.
Kehadiran Second Brand, dikemukakan Willy Sidharta, karena adanya demand terhadap produk yang lebih terjangkau atau murah. Second brand merupakan fenomena yang umum. Pangsa pasar, ada yang mengutamakan kualitas,dan ada konsumen yang juga mementingkan harga.
Ketiga produsen air minum itu mengakui second brand hadir dengan harga yang lebih murah. Pasalnya, produksi utama seperti Aqua, Total atau 2Tang tidak mungkin menurunkan harga. Akhirnya, produksi lapis kedua ini diharapkan akan bisa meraih pasar yang memang membutuhkan produk yang murah.
Namun persaingan harga ini, ujar Willy masih dilakukan pada batas-batas tertentu, tidak sampai di bawah harga produksi. Hal yang sama juga diakui Supartono. Menurutnya, Total sudah melakukan penyesuaian harga yang paling maksimal. Penurunan harga tidak mungkin dilakukan dengan jor-joran.
”Saat ini yang bisa dilakukan adalah memberikan bonus kepada pedagang atau agen. Ini sudah menjadi strategi yang umum di kalangan industri AMDK,” ujarnya.
Meski persaingan demikian ketat, industri ini memiliki prospek yang besar. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi berarti potensi pasar bagi bisnis AMDK.
Bayangkan saja, kebutuhan masyarakat akan air minum sangat tinggi. Padahal ketersediaan air yang layak minum dalam arti berkualitas dan terjamin dari segi kesehatan semakin sulit diperoleh. Saat ini masyarakat, terutama di kota-kota besar tidak bisa lagi lepas dari AMDK.
Dari segi penjualan industri ini mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Pada 2002, terjadi kenaikan 30 persen dibandingkan tahun 2001 dari 5, 4 miliar liter menjadi 7,1 miliar liter. Tahun ini, ditargetkan peningkatan hingga 20 persen menjadi 8,5 miliar liter. Meski AMDK bisnis ”basah”, bukan tak berarti ada ganjalan. Maraknya depot air minum mau tak mau ”memaksa” industri AMDK mengoreksi target yang ditetapkan, menjadi 10 persen, karena terganggu dengan maraknya depot air minum yang dinilai menggerogoti pasar AMDK.
Untuk memperluas pangsa pasar persaingan di bisnis AMDK semakin tak terelakkan. Hal itu disadari oleh pemain besar di bisnis ini yang jumlahnya mencapai puluhan perusahaan besar dan menengah. Sementara perusahaan kecil yang juga bergerak di bisnis ini juga mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Presiden Direktur PT Aqua Golden Mississippi, Willy Sidharta mengatakan, Aqua terus gencar melakukan promosi untuk memelihara pangsa pasar yang dimiliki. Namun, persaingan yang dilakukan, ujarnya tetap pada kerangka persaingan yang sehat. Aqua yang menguasai separuh dari pangsa pasar AMDK, menargetkan peningkatan penjualan 10 persen dari tahun sebelum yang mencapai 3,1 miliar liter.
Menjadi pemain terbesar menjadikan Aqua menguasai pangsa pasar. Aqua merambah seluruh pasar di dalam negeri. Sementara dua pemain lain di industri AMDK seperti PT Panglima Pamenang produsen merek Total dan PT Tang Mas yang mengusung merek 2 Tang mensiasati lebih fokus pada pasar di wilayah Jawa, khususnya Jabotabek. Alasannya di luar Jawa sulit bersaing mengingat biaya transportasi yang sangat tinggi.
”Total memang hanya fokus di Jawa, tapi di mana-mana ada. Produksinya merata dan mudah diperoleh konsumen,” ujar General Manager PT Panglima Pamenang, Supartono L. Taslim.
Bahkan 2 Tang, dikatakan Sambas Winata, General Manager PT Tang Mas sengaja bermain dalam kemasan kecil, yaitu 240 ml, 330 ml, sampai 1500 ml, tidak memproduksi kemasan galon seperti industri AMDK lain.
Dalam persaingan yang ketat ini, Total menerapkan strategi, yakni pelayanan total dan harga yang lebih bersaing. Di antaranya kontiniuitas produk harus tetap terjaga terutama pada musim panas di mana permintaan sangat tinggi. Dia menekankan jika pasokan sampai terputus, maka pedagang atau agen akan segera meninggalkan produk tersebut.
”Pedagang bisa menjual lebih dari tiga merek. Apabila produk kita tidak bisa memenuhi permintaan pedagang, mereka akan cepat beralih ke merek lain,” ujar Supartono.
Di lain pihak 2Tang yang mengklaim meraup pangsa pasar di wilayah Jabotabek sebesar 20 persen tidak lepas dari peranan distribusi. Untuk distribusi 2Tang menggunakan sistem multi distribution alias tidak menyerahkan distribusi pada satu penyalur/distributor. Selain menyalurkan produk air minum di pasar modern atau modern market antara lain di supermarket, swalayan, grosir, pihaknya juga bermain di pasar tradisional. Semua itu katanya demi menjamin ketersediaan produk di pasaran. Dengan kata lain availability untuk air minum 2Tang harus tinggi.
”Air minum itu prinsipnya rasa haus tidak bisa ditunda. Karena itu kami mencoba sebisa mungkin menyediakan air minum yang dekat dengan konsumen dan tersedia di mana-mana,” katanya.
”Second Brand”
Tidak jarang sebuah perusahaan memiliki lebih dari satu merek dengan tujuan meraup segmen masyarakat seluas mungkin. Danone misalnya, selain mengeluarkan Aqua juga memproduksi air minum dengan merek Vit. Hal yang sama juga dilakukan Tang Mas dan produsen lain.
Kehadiran Second Brand, dikemukakan Willy Sidharta, karena adanya demand terhadap produk yang lebih terjangkau atau murah. Second brand merupakan fenomena yang umum. Pangsa pasar, ada yang mengutamakan kualitas,dan ada konsumen yang juga mementingkan harga.
Ketiga produsen air minum itu mengakui second brand hadir dengan harga yang lebih murah. Pasalnya, produksi utama seperti Aqua, Total atau 2Tang tidak mungkin menurunkan harga. Akhirnya, produksi lapis kedua ini diharapkan akan bisa meraih pasar yang memang membutuhkan produk yang murah.
Namun persaingan harga ini, ujar Willy masih dilakukan pada batas-batas tertentu, tidak sampai di bawah harga produksi. Hal yang sama juga diakui Supartono. Menurutnya, Total sudah melakukan penyesuaian harga yang paling maksimal. Penurunan harga tidak mungkin dilakukan dengan jor-joran.
”Saat ini yang bisa dilakukan adalah memberikan bonus kepada pedagang atau agen. Ini sudah menjadi strategi yang umum di kalangan industri AMDK,” ujarnya.
Meski persaingan demikian ketat, industri ini memiliki prospek yang besar. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi berarti potensi pasar bagi bisnis AMDK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar