Sabtu, 02 Oktober 2010

PERTUMBUHAN AMDK

Bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) kian menggiurkan karena kebutuhan masyarakat akan air minum terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Masyarakat kota kini sudah pada taraf tak bisa lepas dari AMDK. Itu sebabnya industri ini terus berkembang, dan perusahaan yang menggarap bisnis ini makin banyak.
Saat ini total konsumsi air mencapai 26 miliar liter per tahun. Padahal, ketersediaan air yang layak minum, berkualitas dan terjamin kesehatannya, makin sulit diperoleh.
Dari segi penjualan, industri ini mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Data dari Asosiasi Produsen Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) menunjukkan angka yang mengejutkan. Jika penjualan AMDK pada 2001 mencapai 5,4 miliar liter, setahun kemudian naik 31,5% menjadi 7,1 miliar liter. Lalu, pada 2003 meningkat 14,1% mencapai 8,1 miliar liter.
Aspadin menargetkan penjualan AMDK tahun ini tumbuh 10% menjadi 12 miliar liter
Bisnis AMDK digarap oleh puluhan perusahaan, baik besar, menengah, maupun kecil. Menurut Aspadin, saat ini ada 480 perusahaan AMDK, tetapi yang berproduksi hanya 350—dengan 165 di antaranya tergabung dalam Aspadin. Kini ada kurang lebih 600 merek AMDK yang aktif.
Perusahaan AMDK ini eksis mulai 1973 dengan kapasitas produksi 6 juta liter per tahun. Kini mereka memiliki kapasitas produksi kurang lebih 12,6 miliar liter per tahun (2005) dengan volume penjualan 10,1 miliar liter.
Bisnis AMDK pun dilirik oleh perusahaan asing. Itu karena pasarnya yang masih terbuka lebar. Tingkat konsumsi AMDK di Indonesia 36 liter per kapita per tahun. Angka ini relatif kecil dibanding Thailand (70 liter per kapita per tahun), AS (80), Perancis (140), dan Italia (165).
Selain berperan dalam penyediaan air minum untuk konsumsi dalam negeri, produk industri AMDK juga menyumbang devisa. Produk industri AMDK telah masuk ke berbagai negara, seperti Singapura, Portugal, Timor Timur, Jepang, Malaysia, dan Hong Kong. Berdasarkan data, nilai ekspor produk AMDK pada 1999 mencapai US$3,9 juta dan turun jadi US$3,4 juta pada 2005.
Namun, di sisi lain, Indonesia juga mengimpor produk AMDK dari Perancis, Malaysia, dan Singapura. Kalau pada 1999 nilainya mencapai US$0,39 juta, pada 2001 turun menjadi US$0,31 juta. Sayangnya, pada 2005 impornya meningkat lagi menjadi US$0,99 juta.
Perkembangan industri ini juga diiringi dengan berbagai masalah yang timbul bersamaan. Di antaranya, ada beberapa industri AMDK yang masih belum menerapkan cara-cara berproduksi yang baik dan benar, maraknya penggunaan botol bekas, atau galon merek perusahaan lain.
Belum diketahui berapa total pangsa pasar AMDK di Indonesia. Namun, total penjualan AMDK di Indonesia saat ini diperkirakan lebih dari Rp3 triliun per tahun. Dari angka tersebut, ternyata merek Aqua dan VIT menguasai pangsa pasar 45%, lalu sebesar 30% oleh merek-merek lain, yaitu AdeS, Total, Club, 2-Tang, dan Oasis. Sementara itu, 25% lainnya diperebutkan oleh ratusan merek yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Menjamurnya AMDK ini, selain karena praktis penggunaannya, juga karena rasanya yang cocok dengan lidah kebanyakan masyarakat Indonesia. Apalagi, dengan mengonsumsi AMDK, rasanya ada jaminan bahwa air yang diminum benar-benar sehat karena sudah melalui suatu proses yang ketat. Sementara bagi investor, industri AMDK merupakan salah satu primadona pilihan investasi karena, pertama, proses pengolahannya tidak terlalu rumit. Teknologinya mudah diperoleh. Kedua, investasinya tidak terlalu besar, apalagi dengan makin banyaknya perusahaan-perusahaan lokal yang mampu membuat mesin-mesin pengolahan AMDK dengan kualitas internasional. Ketiga, prospek pasarnya sangat menjanjikan.
Maka, tak heran jika di tingkat eceran AMDK menguasai 67% pangsa pasar minuman. Pangsa selebihnya dikuasai oleh minuman serbuk siap saji (11,75%) dan minuman berkarbonasi (10,42%).

1 komentar:

  1. Kalau boleh tahu,anda memperoleh data dlm grafik tersebut darimana ya? Tks

    BalasHapus